Masa Orientasi Siswa Tahun 2011
Masa orientasi di SMANDA Kuningan penuh kenangan seru dan tantangan, dari atribut unik hingga aturan ketat, yang tak hanya mengasah kreativitas namun juga membangun mentalitas kuat serta rasa bangga sebagai bagian dari almamater.
INSPIRASI ALUMNI
Rostiti Audya, S.Pd,. Gr
10/30/202413 min read


Apa momen yang paling berkesan selama MOS SMA di SMAN 2 Kuningan…? Kalau ditanya ini, banyak banget…! Selalu terkenang, tapi gak mau diulang. Saya gak tau tradisi MOS tiap sekolah gimana? Tapi SMANDA selalu punya cara buat bikin kita ngerasa bangga dan memiliki almamater sendiri, sampai hari ini. Zaman baru masuk SMA, ada program pengenalan lingkungan sekolah yang waktu itu lebih dikenal dengan istilah MOS (Masa Orientasi Sekolah), kalau sekarang lebih terkenal dengan nama MPLS (Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah). Konsepnya sama aja sebetulnya, cuma ada beberapa pembaharuan yang disesuaikan dengan keadaan masa kini. Tentunya gak sama kayak 15 tahun ke belakang, tepatnya tahun 2008. Boleh dibilang senioritas masih ada, ya agak sadis kalau ukurannya untuk anak-anak zaman sekarang. Gak bisa disamain dan dibandingin rasanya, karena jiwa zamannya udah beda. Bagi saya tiap zaman punya cara, kenangan, kesan, dan jiwanya, yang bisa menjawab bagaimana zaman itu bekerja.
Syarat pemakaian atribut khas yang diminta panitia atau senior saat MOS, tergolong gak banyak namun tetap memutar otak. Inilah sadisnya MOS Smanda 15 tahun lalu, gak ada kekerasan fisik, senior tegas, evaluasi gak segan-segan salahnya dipreteli, tetapi memberikan syarat atribut atau perlengkapan yang masih manusiawi juga logis. Gak ada dandanan – dandanan aneh ke arah perpeloncoan. Misalnya aja alat tulis penghapus, perkelas berbeda tema, dimana pada saat itu saya ditugaskan membawa penghapus bendera Italia untuk Kelompok 4 (kemudian berubah jadi X 4). Kelompok atau kelas lain juga sama aja, tapi tema benderanya yang beda. Tugas ini sebetulnya gak berat ya, di warung atau di toko buku juga ada aja penghapus bendera, tapi gimana caranya ada penghapus bendera yang sama untuk 40 orang? Tentu harus puter otak kan biar bisa memenuhi syarat. Kapasitas penjual maupun toko buku yang menyediakan juga terbatas. Ini saya alami langsung dengan jalan kaki kelilingg satu persatu toko alat tulis, dari mulai sekitaran SMP 1 Kuningan sampai dengan perempatan Juwita tempat angkot-angkot Ciguguran ngetem. Perjuangan banget buat cari penghapus, karena stock benar-benar gak ada, cuma ada penghapus bendera lain. Akhirnya saya dan teman saya punya ide untuk ngeprint kertas bendera Italia, dan ditempel di penghapus. Dimarahi gak ketika inspeksi? gak dong, malah di apresiasi soalnya kreatif, yang diminta kan penghapus gambar bendera Italia, jadi mau ditempel sekalipun gak masalah yang penting sesuai syarat. Ketika tertekan dengan sistem, tentu kita akan dipaksa berpikir kreatif agar bisa mencari solusi dari permasalahan yang ada.
Makanan yang dibawa untuk kegiatan MOS juga ditentukan, seinget saya hari pertama bawa menu nasi 4T (tahu, tempe, telor, timun, ditambah kecap), gak boleh bawa makanan yang gak ada dalam aturan termasuk cemilan. Selalu ada inspeksi di pagi hari, kalau ngelanggar pasti makanannya disita. Hari – hari berikutnya tetep bawa nasi, tapi lauknya berubah-rubah sesuai arahan dari panitia. Minuman yang kita bawa harus air mineral merek ratu mesir (Cleo ‘Patra’). Alat tulis lain seperti pulpen biasa-biasa saja (standart), buku cahaya semesta (Sinar Dunia), papan nama dari asturo warna kuning stabilo (sesuai kelompok). Rambut di ikat 2 rapih dengan pita putih, nah ini yang sulit soalnya rambut saya pendek jadi gak bisa dikuncir. Seinget saya akhirnya pakai jepitan rambut yang ada pita putihnya (membuat sendiri) dan kesananya pakai kerudung (jangan dicontoh ya pakai kudung hanya untuk MOS). Sepatu full hitam, kaos kaki putis sebetis, baju memakai seragam SMP asal. Lama MOS nya? jangan dianggap kayak sekarang ya. Saat ini mayoritas waktu pelaksanaan MPLS ya 3 hari beres, dulu 6 hari full dari senin sampai sabtu, soalnya sabtu juga masih sekolah dan gak libur. Dari pagi jam 6 udah stand by di sekolah, pulang jam 4 sore begitu terus setiap hari. Muka gak karuan, rusak, hitam, malegar (seperti ganti kulit), soalnya tiap evaluasi peserta pasti dijemur.
Pagi-pagi udah dibarisin rapih, sebelum upacara pembukaan atau apel pagi setiap harinya selama MOS. Di pagi hari itu pula kita sering dikasih kado kasih sayang tak terhingga dari panitia OSIS yang tak mungkin dilupakan, ya di push up. Tapi seinget saya yang ngepush up waktu itu nggak ada marah-marahnya, karena bukan dalam rangka evaluasi juga. Lebih ke ngajak olahraga pagi, dengan ajakan lembut tapi tegas oleh teteh-teteh ukhti SMANDA yang juga pengurus OSIS. Dikasih motivasi bahwa di push up pagi-pagi itu adalah bentuk kasih sayang senior terhadap junior, biar menjaga kesehatan dengan olahraga. Ya mau menolak atau melawan gimana? Instruksinya amat sangat baik dan bukan merupakan hukuman bersama. Akhirnya tengkurap sikap push up seangkatan di lapangan SMANDA. Setiap pematerian bersama di auditorium lama, kita peserta MOS pasti lewat komplek kelas XII atau kelas III, di area Kampung Naga. Vibesnya? Serem banget sumpah, ada perasaan takut campur segan, lewatin komplek kelas XII. Kebetulan karena pembelajaran belum kondusif, jadi banyak yang nongkrong sambil liat peserta MOS lewat. Bener-bener latihan mental, dag-dig-dug gak karuan, karena tatapannya kayak lagi nunggu mangsa empuk lewat buat dimakan. Terus memang tiap kita lewat pasti disorakin, apalagi keliatan ngelakuin kesalahan udah pasti abis sorak sorai bergembira. Contohnya aja waktu temen saya gak sengaja nginjek rumput (diperaturan memang gak boleh nginjek rumput di area taman) dipekarangan Kampung Naga, dimarahin abis sama Panitia OSIS yang paling galak, sebut saja Kang Jayen. Itu kakak kelas yang gak ada di luar kelas atau pelataran kelas pun keluar semua dari kelasnya, karena suara marah yang cukup menggelegar, disambut teriakan sorak sorai bergembira tadi. Sebetulnya itu niatnya bercanda dan ngerjain adik kelas, tapi tetep ya dipastikan keamanannya sama panitia OSIS, karena gak sampai ke arah fisik juga.
Pematerian di aula yang paling menarik menurut saya materi yang disampaikan oleh Pak Sudarmoyo (Wakasek Kurikulum & Guru Matematika) & Pak Bambang (Kepala Sekolah). Materinya cukup seru dan memotivasi, ngebahas tentang psikologi remaja, jadi terkesan tidak membosankan juga formal. Pak Bambang lebih ngasih motivasi untuk punya tujuan yang jelas ketika lulus dari SMA mau kemana? mau jadi apa? harus betul-betul ditentukan sejak saat masuk SMA. Ada salah satu temen perempuan yang bertanya seperti ini saat sesi tanya jawab; “Pak jika saya tidak masuk 10 besar, misalkan ranking saya 15, apakah saya bisa masuk Perguruan Tinggi Negeri…?”. Jawaban Pak Bambang, “Disini jangankan ranking 15, ranking 38 saja bisa masuk Perguruan Tinggi Negeri….!”. Sebagai angkatan baru tentu kami semua takjub dengan jawaban ini, karena memberi motivasi lebih bahwa ranking bukan satu-satunya penentu kita bisa masuk PTN, jadi memberi keyakinan bahwa apapun bisa jika kita usaha dan betul-betul belajar. Tiga tahun kemudian saat saya lulus, itu benar-benar terbukti, saya tidak pernah masuk 10 besar seumur hidup sekolah di SMANDA. Ranking terbesar saya 12 di kelas IPS, saya lolos setelah 12 kali mengikuti berbagai jenis tes masuk PTN, dan diterima di Universitas Jenderal Soedirman pada tahun 2011, namun tahun 2012 pindah sekaligus diterima di Universitas Pendidikan Indonesia. Total saya ikut 13 kali tes PTN selama dua tahun. Lingkungan SMANDA memberi efek yang luar biasa pada kekuatan mental, rasa percaya diri, dan ketabahan menghadapi kegagalan yang terus menerus saya rasakan pada tahun 2011. Terus mencoba dan berusaha, ketika gagal ya coba lagi. Ini tidak terjadi hanya pada saya, tapi teman-teman ataupun anak SMANDA yang lain. Mentalitas yang tidak pernah saya temui bahkan ketika saya mengajar saat ini di sekolah yang berbeda. SMANDA memberikan saya banyak hal, terutama dalam memupuk mentalitas kuat tahan banting dalam menghadapi kegagalan, dan rasa percaya diri untuk mewujudkan cita-cita yang kita inginkan. Gairah dan optimisme yang dibentuk sejak awal masuk sampai dengan lulus, dan terpakai jadi sebuah kebiasaan hingga hari ini.
Bukan menyombongkan diri sebagai alumni dari SMANDA, tapi gak cuma terjadi untuk saya. Temen saya sendiri ada di urutan ranking 34, bisa masuk Fakultas Hukum Universitas Brawijaya setelah hampir 13 kali ikut testing PTN di tahun 2011. Ranking 20-30an saja bisa masuk IPB dan UNSOED, diatas saya satu ranking masuk ke UI. Mengapa bisa? Selain do’a sendiri dan orangtua, tentunya nomor 1 adalah percaya diri. Nomor 2 usaha sampai titik darah penghabisan, nomor 3 riset sistem penerimaan mahasiswa baru tiap PTN karena pasti ada bedanya, nomor 4 tentu support system orangtua dan lingkungan yang mendukung. Tanpa itu semua sulit rasanya dari yang saya alami bisa tembus PTN. Salah kaprah apabila sekolah atau guru masa kini berfokus pada pemberian nilai yang tinggi demi meloloskan siswa di jalur prestasi raport ke PTN, hal itu tentu tidak akan pernah terjadi di SMANDA. Jangankan meninggikan nilai pada zaman saya sekolah, untuk lulus sesuai KKM aja sulitnya minta ampun. Tapi hal itulah yang membuat saya dan temen-temen saya terbiasa gak cepet puas, atau terus berusaha untuk mendapatkan hasil yang maksimal.
Perasaan menjalani MOS bener-bener campur aduk, dari seneng, boring, sampai tegang campur jadi satu tiap hari. Ada juga sesi minta tanda tangan Guru, TU, dan akang-teteh panitia OSIS. Jadi kalau di SMANDA, nyebut ke kakak kelas wajib akang-teteh. Sampai hari ini walaupun sudah jadi alumni, ketemu kakak kelas atau senior eskul tetap akang-teteh. Itulah salah satu kultur budaya unik di SMANDA, selain jalan ngincig (jalan cepet ala orang Jepang). Saya jarang denger ada yang nyebut kakak kelas laki-laki dengan sebutan Aa, kecuali udah akrab atau deket. Dibagian tugas minta tanda tangan ini, sebetulnya untuk lulusan Spensa & Spenda, udah gak asing sama muka-muka kakak kelas, ya alesannya karena kayak pindah sekolah aja gitu. Jadi beneran bisa bedain mana yang kira-kira OSIS atau bukan. Tapi tetep banyak yang salah minta tanda tangan, terutama untuk anggota OSIS, karena banyak yang dikerjain kakak kelas lain dengan pinjam pin tanda OSIS/Panitia MOS.
Di SMANDA MOS termasuk salah satu momen yang paling ditunggu-tunggu oleh semua siswa. Momen dimana bisa bercandain adik kelas yang masih unyu-unyu, mengenal keluarga baru di sekolah, nunjukin superioritas sebagai senior, apalagi ya? Ngecengin adik kelas, itu mungkin alesan-alesan diluar alesan formal setiap MOS, kenapa akang-teteh kita sangat antusias. Pertanyaannya kalau antusias kenapa nggak berkontribusi jadi panitia aja sih? Tidak semua anak SMANDA bisa jadi panitia, kecuali OSIS, MPK, atau siswa yang berkepentingan. Masuk OSIS SMANDA sulit lho, tidak sembarangan, dan sebuah kehormatan juga kebanggaan besar. Selain perihal tingkah laku yang harus dijaga, nilai akademik tidak boleh memiliki masalah sebenernya. Apalagi dispen-dispen tidak jelas, bertemu guru yang akademisi banget, udah pasti abis. Kenapa? Sudah pasti ditegur keras, terutama guru-guru eksak, ya mungkin bagi yang baca udah tau siapa gurunya. Saya masih ingat betul isi ceramah salah satu guru yang negur waktu dikelas, “OSIS itu kegiatan ekstra yang seharusnya menyokong kegiatan intra akademik, bukan malah mengganggu…! Jangan jadikan OSIS sebagai alasan menghindari pelajaran….!”. Ceramah ini selalu saya pegang sampai hari ini, sebab saya mengalami betul apa yang dirasakan guru tersebut 15 tahun kemudian. Berorganisasi itu boleh, bagus sekali malah, tetapi kalau udah ganggu akademik ya gak dibenarkan. Tujuan utama dari sekolah ya menuntaskan kewajiban akademik, dan kewajiban akademik bersumber dari tanggungjawab yang diberikan oleh orangtua/wali kepada kita. Ketika kewajiban akademik tidak dilaksanakan, maka kita tidak bertanggungjawab terhadap orangtua.
Waktu SMA liat OSIS itu kayak keren bangetlah, dan jadi impian juga bisa jadi pengurus. Di SMANDA nggak ada stereotype masuk OSIS itu hina atau disebut babu sekolah, gak sama sekali. Dulu kalau lihat akang-teteh OSIS pembawaannya beda banget dari siswa biasa, kharismatik, wibawa, dan aktivis yang cerdas. Setau saya yang masuk OSIS secara kemampuan akademik juga diperhatikan, seleksi masuknya juga nggak main-main, saya aja pernah gagal sekali, tapi di tahun kedua nyoba lagi dan akhirnya masuk. Senior-senior saya di OSIS betulan panutan, berani bersuara kalau yang dihadapi memang salah, gak pandang bulu apalagi pas razia, biasa aja tapi tegas. Kesannya kalau ada razia pasti yang ngerazia kejam atau galak, ini nggak sama sekali, jadi ya siswa yang kena razia juga nggak berontak atau balik ngelawan. Sebab dalam salah sekalipun, tetap diperlakukan hormat. Sepengalaman saya, dalam pergantian beberapa pengurus OSIS terutama ketuanya, hal yang patut dicontoh adalah bagaimana mereka bisa menyentuh berbagai kalangan yang berbeda karakter, baik sebelum dan setelah dipilih.
Balik lagi ke MOS, pencarian tanda tangan ke guru lumayan horror sebenernya. Saya ikut-ikutan temen datengi guru yang nongkrong di koprasi, sebut saja Pak Kusmana, Guru Fisika yang terkenal pinter tapi galak banget di SMANDA (tapi ini kayaknya semua Guru Fisika di sekolah kita emang galak deh, maaf ya). Eh ketika udah deket, saya sama temen memilih mundur balik lagi. Kenapa? Syaratnya agak berat buat saya yang nggak pinter-pinter banget dipelajaran Fisika, yap suruh ngerjain soal fisika dan kalau bener baru dapat tanda tangan. Segenap hati dan dengan kesadaran diri yang penuh, saya memilih mundur mengibarkan bendera putih, terimakasih tidak untuk Fisika. Tapi seinget saya ada yang milih ngerjain, siapa? Temen saya yang saat ini udah jadi Dokter Gigi lulusan UGM. Lepas dari sana saya cari guru lain yang nggak kasih syarat ribet, tapi rata-rata guru SMANDA ngasih syarat sih, nggak mudah memang tapi seru kecuali Fisika sama Matematika (yang kasih soal Pak Uka). Terus akhirnya saya minta tanda tangan ke Guru Biologi ditengan antrian teman-teman yang lain, nama Gurunya Pak Hasim (Almarhum). Beliau guru terfavorit pada zamannya walaupun sudah sepuh, salah satu pendiri SMANDA, kharismatik, dan jenius. Wah beruntung banget dulu yang pernah belajar sama beliau, karena angkatan saya 2011, adalah angkatan terakhir yang beliau ajar. Sampai hari ini saya masih ingat pertanyaan yang beliau lontarkan pada saat saya minta tanda tangan, “Apa bedanya bulu sama rambut…?”. Dalam hati, “Wah Anjirrrr saya apal banget ini mah….!!!!!”. Langsung saya acungin tangan buat jawab, “Kalau bulu itu bercabang, sedangkan rambut tidak bercabang….”. Alm. Pak Hasim spontan menjawab, “Ya… betul…. Saya kasih anda tanda tangan ya…”. Wah itu saya senengdan bangga banget, dari sekian banyak yang ngasih syarat, baru Guru Biologi yang tembus kasih tanda tangan. Seenggaknya adalah satu dua hal dari pelajaran Biologi yang masih nempel di otak.
Giliran minta tanda tangan OSIS, apakah tetap ada syarat? Ada yang kasih ada juga yang nggak. Nah pas minta ke salah satu pengurus OSIS dikasih syarat yang nggak biasa, tapi ya saya iyain aja biar cepet karena waktuya udah mepet juga. Syaratnya apa? syaratnya harus masuk ekskul Paskibra, tapi langsung setuju aja ya gitu biar cepet. Padahal saya udah tertarik sama ekskul SMANDARIKAL (ekskul pecinta alam), dulu sebenernya nggak tau sama sekali kalau SMANDARIKAL itu ekskul pecinta alam, sejujurnya karena namanya keren aja sih jadi tertarik, aslinya gak pernah suka kegiatan yang ada di alam. Sampai hari ini kalau ada yang ajak muncak atau berpetualang naik-naik gunung, nggak pernah mau, bakal bikin susah orang lain dan ribetan orangnya, jadi terimakasih saya tidak mau membuat orang lain terbebani ketika naik gunung bersama.
Waktu SMP emang udah ikutan Paskibra, yang kasih syarat juga salah anggota Paskibra SMANDA, jadi pasti tau sih soalnya dulu sering ada latgab se kabupaten di pandapa antar satuan Paskibra SMP-SMA di Kuningan. Saya males kalau masuk Paskibra di SMA harus ngulang lagi dari jenjang terbawah, intinya gak mau jadi junior lagi gitu. Dikira gak akan ada kelanjutan dari perjanjian masuk ekskul ini, taunya disusul sampai ke kelas, dijemput pas kumpul pertama. Ya mau gak mau kan udah janji, akhirnya masuk ekskul Paskibra. Sempet ngerasa ini kayak jebakan betmen sih, tapi keterusan sampai jadi alumni. Kurang lebih aktif di dunia Paskibra Kuningan sekitar 10 tahunan, setelah itu berhenti biar berkembang regenerasi baru.
Adakah bagian dari cerita MOS yang seru selain yang udah diceritakan di atas? banyak dong. Berkesan banget sampai ke ubun-ubun, kayaknya angkatan saya merasakan hal yang sama. Momen paling unpredictable, riweuh, kena mental, ah pokoknya gak akan pernah terlupakan. Tepat hari sabtu hari terakhir pelaksanaan MOS, ada kejadian diluar dugaan yang gak pernah terbayangkan. Sekitar jam 10 pagi kita dibariskan di lapangan sekolah, ini gak biasanya dilakukan dihari-hari sebelumnya bahkan untuk evaluasi sekalipun. Biasanya kita di evaluasi sehabis dzuhur atau sebelum ashar sebelum pulang dari kegiatan MOS. Evaluasi pada dasarnya merefleksikan lagi kegiatan apa yang kita lakukan dihari itu? Adakah perubahan atau adakah hal-hal yang seharusnya tidak dilakukan? Tapi yang terbayang di otak kita waktu itu ya, evaluasi itu dicarekan (dimarahin). Panitia OSIS ketika evaluasi gak kasar sama sekali, tapi omongannya pedes sampe ulu hati, berasa lagi dikuliti aja satu-satu gitu. Perkara lagi MOS ngobrol sama kakak kelas yang bukan panitia dan menunjukkan kedekatan kesana kemari, dipikir bakal aman dari evaluasi panitia OSIS? Tentu saja tidak PERGUSO….!! Semua sama rata disini. Tapi ya evaluasi bahasan tadi gak ditunjukkan untuk saya, tapi untuk temen saya yang maaf banget agak caper memang pada saat itu.
Selagi panitia mengatur barisan yang posisinya benar-benar ditengah lapang, saya melihat kakak kelas semua baik kelas XI maupun kelas XII turun ke lapangan juga, menempati area pinggir-pinggiran lapang penuh semua, mengepung anak kelas X dengan tatapan intimidatif. Itu kalau kita mau kabur pun kayaknya gak ada celah sama sekali. Evaluasi dimulai, kita yang mau macem-macem atau gerakpun pasti diikuti sorak atau sahutan dari kakak kelas yang ada dipinggir lapangan, itu bikin takut sih buat berkomentar apa-apa? atau ngejawab bahan evaluasi dari panitia OSIS. Gak biasanya juga panitia OSIS turun semua ngevaluasi, bener-bener ngamuknya beda. Tapi masalahnya apa sih? Masalahnya adalah, ada yang nulis surat ancaman ke kakak kelas perempuan di kelas XI, isinya nantang ngajak ribut, dari siapa? Ya dari kelas X angkatan saya yang posisinya lagi jadi peserta MOS. Ditambah ada anak kelas X gak tau siapa, disuruh maju gara-gara pake sweteer hits terus mukanya nyebelin banget kayak nantangin gitu. Ya nambah-nambah bahan evaluasi dan amuk masa panitia juga kakak kelas yang ada dipinggir lapang. Nah siswa perempuan yang pake sweteer ini katanya gak pernah masuk MOS, suka ngecot (kabur) kalaupun ada, dan gak pernah ngerjain tugas MOS. Sumpah Demi Allah pas anak cewek ini dikedepanin, saya sebel banget liat mukanya, udah pengen ngejitak gitu. Jadi ada dua masalah yang diangkat, satu surat ancaman dan satunya lagi anak cewek yang nantang ini.
Salah satu panitia sebut saja Kang Jayen, sambil ngamuk nyuruh ngaku siapa yang nulis surat? Terus pake nanya audiens disekitar lapang yang keliatannya udah nafsu juga pengen makan kita, “AKANG TETEH SEMUA… INI ADA SURAT ANCAMAN DARI ADIK BARU KITA UNTUK KELAS XI, TAPI ORANGNYA GAK MAU NGAKU….!!! BIAR NGAKU KITA APAIN NIH….?!!!”. Netizen lapangan ngejawab sambil teriak-teriak ngamuk, “BUNUH…!!! ABISIIIIIN….!!! SIKAAAAATTTTT…..!!!”. Bayangkan aja, kalau dari seruan itu gak serius sekalipun, gimana rasanya dikepung orang-orang satu sekolah ditengah lapang? Terus di demo orang-orang yang gak puas dengan sikap kita?. Udah gitu kita masih baru di sekolah ya kena kasus pula, disidang netizen SMANDA langsung dan belum ada yang ngaku juga. Akhirnya kakak kelas yang dikirimin surat maju kedepan, tapi saya lupa ngomong apaan? yang jelas gak kalah pedes dari Kang Jayen. Terus abis itu ngapain? Langsung dipanggil orangnya dong, ya tersangka digeret maju kedepan. Demi Allah saya kasian banget liat anaknya yang digeret kedepan, perempuan. Dari matanya udah berkaca-kaca, keliatan panik muka pucet, kalau disentuh dikit kayaknya udah nangis itu anak. Pas maju disorakin semua orang di lapangan, dan sudah jelas makin brutal sorakannya ketika dia lakuin pembelaan, kalau dia gak pernah nulis surat itu. Tentu saja kakak kelas kita tidak mudah percaya, kalau dia gak kirim surat itu. Anak yang dituduh nulis surat disejajarkan barisnya didepan sama yang pake sweteer, nah yang pake sweteer ini dari awal mukanya udah nyebelin banget sumpah dan nantang. Tapi yang kirim surat sampe nangis dan ngomong sambil getar, “Demi Allah bukan saya yang nulis…”, dia gak kerasa nulis surat ancaman itu. Sekali lagi kakak kelas kami tidak percaya pembelaan itu, dan suasana makin panas, “JANGAN DIEM AJA, YANG LAIN NGOMONG DONG NGOMONG…..!!!!!!”. Saya yang baris ikut mikir keras, kayak apa ya? Gila gini-gini banget ikutan MOS.
Beberapa saat kemudian, anak yang dituduh tulis surat ini minta maaf sambil nangis, dan tetap tidak mengakui kalau dia yang tulis surat ancaman. Terus Kang Jayen dengan santainya ngomong: “YA MEMANG BUKAN KAMU YANG KIRIM SURAT, KARENA INI SURPRISE…. DEMO EKSKUL SMANDA SASTRA…. YEAHHH….!!!”. Itu rasanya pengen lempar sesuatu ke arah panitia, karena udah bener-bener terbawa suasana banget, taunya diprank panitia dan satu sekolahan. Tapi aslinya memang yang dituduh ngirim surat ke kakak kelas ini, lagi ada masalah internal sama kakak kelas yang katanya dikirimi surat, jadi momentumna bener-bener pas. Terus wanita sweteer yang mukanya nyebelin, aslinya bukan kelas X tapi kelas XI, tapi muka-muka gak terkenal dan bukan anak sekolah kota, jadi ya kita bener-bener gak tau dia siapa? Ngiranya sama aja anak kelas X, ya aktingnya berhasil. Suasana makin riuh dengan tepuk tangan dari kakak kelas yang duduk dipinggir-pinggir lapangan, atas akting yang luar biasa dari anak SMANDA SASTRA & sambutan untuk adik-adik baru mereka. OSIS Kang Jayen nimpalin pake mic, “SELAMAT BERGABUNG ADIK-ADIK KELAS X, SELAMAT MENJADI BAGIAN & KELUARGA DARI SMAN 2 KUNINGAN”. Selamat-selamat, saya jitak ya JAYENNNN….!!! Maaf kang, saya kesal banget soalnya hahahaha.
Saya kesel banget diprank tapi disisi lain rame juga sih, bagi saya momen itu bener-bener berkesan, karena MOS waktu angkatan saya menyentuh semua kalangan. Artinya kakak kelas dan adik kelas yang baru ini ada kontak sosial pertama. Hal-hal tadi yang bisa ngebangun rasa menghargai dan rasa hormat. Bahwa ada manusia sebelum kita yang lebih dulu sekolah disini, yang memberi gambaran bagaimana keadaan sekolah kita? bagaimana lingkungan sekolah kita? bagaimana bentukan karakter kakak kelas dan teman-teman kita?. Drama prank selesai, langsung dong lanjut PENSI (Pentas Seni). Sekalian cuci mata liat kakak kelas kita beraksi, ya agak bikin seger sedikit lah ya kecuali Jayen, eh maaf. Di pensi kita happy-happy bareng, yang kemarin marah-marah, udah hari terakhir dan penutupan ya gak ada lagi batas antara panitia juga peserta, betul-betul berbaur party bersama ditengah lapang. Saya yakin sampai hari ini kalau angkatan saya ditanya, “Apa momen paling berkesan selama sekolah di SMANDA…?”, jelas itu adalah MOS.
Biodata penulis: Rostiti Audya, S.Pd., Gr, Angkatan : 2011, Aktivitas saat ini Mengajar sebagai Guru Sejarah di SMAN 1 Garawangi